Pemekaran Kabupaten Tapanuli TengahFeatured Post

Thursday, 27 December 2012

Minangkabau Sumatera Barat

Suku Minangkabau


Suku Minangkabau, adalah suatu suku yang mendiami provinsi Sumatra Barat. Populasi suku Minangkabau ini diperkirakan lebih dari 8 juta orang. Orang Minangkabau, biasanya disebut sebagai "orang Minang" atau "orang Padang", tapi orang Minangkabau sendiri biasanya dalam percakapan menyebut diri mereka sebagai "urang awak", yang berarti "orang kita". 

Dalam kehidupan masyarakat suku Minangkabau, mereka menganut sistem matrilineal. Dimana sang ibu memiliki posisi tertinggi dalam keluarga, dan sebagai penurun nama keluarga untuk generasi berikutnya. Adat dan budaya mereka menempatkan pihak perempuan bertindak sebagai pewaris harta pusaka dan kekerabatan. Garis keturunan dirujuk kepada ibu yang dikenal dengan Samande (se-ibu), sedangkan ayah, disebut oleh masyarakat dengan nama Sumando (ipar) dan diperlakukan sebagai tamu dalam keluarga. Walau perempuan mendapat posisi tertinggi dalam adat keluarga, namun dalam sistem pemerintahan adat dan sebagai pemimpin komunitas tetap dipegang oleh kaum laki-laki. 

Orang Minangkabau terkenal karena tradisi mereka dalam perdagangan, sehingga dalam kehidupan masyarakat banyak muncul istilah "Padang = Pandai Dagang". Mereka juga profesional dan intelektual. Orang Minangkabau memiliki semangat yang besar dalam perantauan. Hampir setengah jumlah penduduk Minangkabau berada di perantauan. Penyebaran perantauan orang Minang hampir di seluruh wilayah pulau Sumatra hingga ke pulau Jawa dan pulau-pulau lain di Indonesia, bahkan perantau Minangkabau juga banyak ditemukan di Malaysia dan Brunei. Tradisi merantau orang Minangkabau telah terjadi sejak beberapa abad yang lalu, pada masa perang Paderi, banyak dari mereka yang merantau ke Malaysia, terbukti dengan adanya komunitas dan pemukiman orang Minangkabau di Negeri Sembilan dan Pahang Malaysia. 

Istilah "minangkabau', dikatakan berasal dari kata "minang" dan "kabau", yang memiliki sejarah dan legenda pada masyarakat Minangkabau. Pada masa lalu, dengan seekor anak kerbau, mereka mengalahkan kerbau dari Kerajaan Majapahit. Kisah ini juga terdapat dalam Hikayat Raja-raja Pasai dan juga menyebutkan bahwa kemenangan itu kemenangan negeri Periaman (Pariaman). Selanjutnya penggunaan nama Minangkabau digunakan untuk menyebut sebuah nagari, yaitu Nagari Minangkabau, yang terletak di kecamatan Sungayang kabupaten Tanah Datar provinsi Sumatera Barat. Cerita ini membuktikan bahwa negeri Minangkabau tidak pernah takluk dari Kerajaan Majapahit. 

Suku Minangkabau termasuk salah satu rumpun Melayu Deutro atau Melayu Muda, yang dikelompokkan sebagai salah satu sub-suku Melayu. Pada awal migrasi dari daratan China Selatan ke pulau Sumatera sekitar abad ke-1 Masehi. Menurut perkiraan mereka masuk dari sebelah timur pulau Sumatera, mengikuti aliran sungai Kampar sampai ke dataran tinggi Darek dan membangun pemukiman pertama di tempat ini. Di kawasan Darek ini, mereka membentuk semacam wilayah adat yang dikenal dengan namaLuhak, yang selanjutnya disebut juga dengan nama Luhak Nan Tigo, yang terdiri dari Luhak Limo Puluah, Luhak Agam, dan Luhak Tanah Data. Pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, kawasan luhak tersebut menjadi daerah teritorial pemerintahan yang disebut afdeling, dikepalai oleh seorang residen yang oleh masyarakat Minangkabau disebut dengan nama Tuan Luhak. 

Asal usul suku Minangkabau, menurut suatu versi, adalah berasal dari suku Malayu, yang merupakan nenek moyang suku Minangkabau. Dilihat dari sejarah Sumatra Kuno, tidak terdapat nama Minangkabau,, kecuali namaMoloyou, yang berarti Malayu. Kalau dilihat wilayah Minangkabau dekat degan wilayah pusat Kerajaan Melayu, yaitu di hulu sungai Batang Hari Jambi. Sedangkan suku Malayu tetap eksis, dan menjadi salah satu suku dalam budaya Minangkabau. 

Di beberapa nagari di Minangkabau, suku Malayu merupakan suku keluarga raja, seperti di Solok Selatan, Lunang dan Indropuro(Pesisir Selatan), Ampek Angkek (Agam), nagari Air Bangis (Pasaman) dan beberapa nagari lain. Di Solok Selatan, suku Malayu merupakan suku dari Yang Dipertuan Sultan Besar Raja Disembah atau Raja Alam. Di kerajaan Darmasraya, diduga kuat bahwa keluarga kerajaan juga bersuku Malayu dan keluarga Kerajaan Pagaruyung juga bersuku yang sama yaitu Suku Malayu. Awalnya orang Minangkabau tidak dibedakan dengan orang Melayu, namun sejak abad ke-19, antara orang Minang dan orang Melayu semakin terlihat berbeda, dilihat dari budaya matrilineal Minangkabau yang tetap bertahan, berbeda dengan budaya Melayu yang patrilineal. 

Masyarakat Minangkabau adalah pemeluk agama Islam seluruhnya. Budaya Islam begitu kuat berkembang dalam kalangan suku Minangkabau, adat-istiadat dan agama merupakan kombinasi yang kuat dalam kehidupan masyarakat Minangkabau. Sehingga apabila ada anggota masyarakat mereka yang berpindah ke agama lain, akan dianggap "dibuang" dari masyarakat adat Minangkabau. Istilah "dibuang", berarti "dibuang dan tidak boleh masuk dalam adat-istiadat Minangkabau". Suatu komunitas kecil suku Minang yang beragama lain di kota Medan Sumatra Utara, tidak menjalankan hukum adat Minangkabau, karena mereka tidak diperbolehkan menjalankan adat-istiadat Minangkabau. 

Pada masa pra Islam, terlihat dari bukti arkeologis, bahwa para leluhur suku Minangkabau pernah memeluk agama Buddha terutama pada masa Kerajaan Sriwijaya yang menguasai seluruh pulau Sumatra dan sampai akhir pemerintahan Dharmasraya. Kemudian sejak munculnya Kerajaan Pagaruyung, mereka mengadopsi agama Islam. Kedatangan Haji Miskin, Haji Sumanik dan Haji Piobang dari Mekkah sekitar tahun 1803, memainkan peranan penting dalam penegakan hukum Islam di pedalaman Minangkabau. Walau mendapat tantangan dari masyarakat setempat yang terbiasa dalam tradisi adat. Akhirnya pada masa Perang Padri, akhirnya mereka secara serentak melaksanakan seluruh adat berasaskan Islam. 

Bahasa Minangkabau termasuk salah satu anak cabang rumpun bahasa Austronesia. Sering jadi perdebatan antara orang Minangkabau dan orang Melayu, bahasa siapa yang lebih tua? menurut orang Melayu bahwa bahasa Minangkabau adalah sub-bahasa Melayu, karena terdapat banyak kemiripan kosakata dan bentuk tuturan dengan bahasa Melayu, sedangkan bagi orang Minangkabau bahasa Minangkabau justru lebih tua dari bahasa Melayu. Menurut para peneliti, bahasa Minangkabau adalah bahasa tersendiri, yang merupakan bahasa cabang dari dialek bahasa Proto-Melayu. Bahasa Minangkabau sendiri memiliki beberapa dialek yang berbeda pada beberapa daerah di provinsi Sumatra Barat. 

Masyarakat Minangkabau memiliki berbagai macam atraksi dan kesenian, seperti tari-tarian yang biasa ditampilkan dalam pesta adat maupun perkawinan, yaitu: 

· Tari Pasambahan, merupakan tarian yang dimainkan bermaksud sebagai ucapan selamat datang ataupun ungkapan rasa hormat kepada tamu istimewa yang baru saja sampai. 

· Tari Piring, merupakan bentuk tarian dengan gerak cepat dari para penarinya sambil memegang piring pada telapak tangan masing-masing, yang diiringi dengan lagu yang dimainkan oleh talempong dan saluang. 

· Silek adalah Silat Minangkabau, merupakan suatu seni bela diri tradisional khas suku ini yang sudah berkembang sejak lama. Dewasa ini Silek tidak hanya diajarkan di Minangkabau saja, namun juga telah menyebar ke seluruh Kepulauan Melayu bahkan hingga ke Eropa dan Amerika. 

· Randai, merupakan gabungan tari dengan silek, biasa diiringi dengan nyanyian (sijobang) 

· Seni berkata-kata (pantun, bersilat lidah dan sindiran) 

o Pasambahan (persembahan), 

o Indang 

o Salawat Dulang 

· Pacuan kuda, 

· Pacu jawi (pacuan sapi) 

· Pacu itik 

Rumah adat Minangkabau disebut sebagai "Rumah Gadang" atau "Rumah Besar", yang berbentuk rumah panggung berukuran besar. Rumah adat berbentuk segi empat dan dibagi atas dua bagian muka dan belakang. Dibuat dari papan, dan di bagian atas atap dibuat seperti tanduk kerbau. Atap aslinya ditutupi dengan ijuk, tapi saat ini banyak yang menggunakan bahan seng. Di halaman depan Rumah Gadang, biasanya didirikan dua sampai enam buah Rangkiang yang digunakan sebagai tempat penyimpanan padi milik keluarga yang menghuni Rumah Gadang tersebut. Dalam tradisi budaya Minangkabau, hanya kawaan yang berstatus Nagari saja, yang boleh didirikan Rumah Gadang. 

Masyarakat Minang juga dikenal dengan ragam masakannya, dengan cita rasa pedas yang populer di kalangan masyarakat Indonesia. Masakan Minang mengandung bumbu rempah-rempah yang kaya, seperti cabai, serai,lengkuas, kunyit, jahe, bawang putih, dan bawang merah. Beberapa di antaranya diketahui memiliki aktivitas antimikroba yang kuat, sehingga tidak mengherankan jika ada masakan Minang yang dapat bertahan lama. Pada hari-hari tertentu, masakan yang dihidangkan banyak yang berbahan utama daging, terutama daging sapi, daging kambing, dan daging ayam. 

Dalam masyarakat Minangkabau, banyak terdapat "suku", dimaksud "suku", kira-kira semacam "marga" dalam masyarakat Batak. Tapi menurut orang Minangkabau istilah "suku" berbeda dengan "marga", karena menurut mereka "marga" merupakan "nama keluarga". Sedangkan "suku" dalam Minangkabau semacam "klan" tapi bukan "sub-suku", melainkan suatu kelompok kecil yang berasal dari garis keturunan nenek moyang yang sama. "Suku" juga merupakan basis dari unit-unit ekonomi. Kekayaan ditentukan oleh kepemilikan tanah keluarga, harta, dan sumber-sumber pemasukan lainnya yang semuanya itu dikenal sebagai harta pusaka. Harta pusaka merupakan harta milik bersama dari seluruh anggota kaum-keluarga. Harta pusaka tidak dapat diperjualbelikan dan tidak dapat menjadi milik pribadi. Harta pusaka semacam dana jaminan bersama untuk melindungi anggota kaum-keluarga dari kemiskinan. Jika ada anggota keluarga yang mengalami kesulitan atau tertimpa musibah, maka harta pusaka dapat digadaikan. 

Suku terbagi-bagi ke dalam beberapa cabang keluarga yang lebih kecil atau disebut payuang (payung). Adapun unit yang paling kecil setelah sapayuang disebut saparuik. Sebuah paruik (perut) biasanya tinggal pada sebuah Rumah Gadang secara bersama-sama. Perekonomian masyarakat Minangkabau sejak dahulunya telah ditopang oleh kemampuan berdagang, terutama untuk mendistribusikan hasil bumi mereka. Kawasan pedalaman Minangkabau, secara geologis memiliki cadangan bahan baku terutama emas,tembaga, timah, seng, merkuri, dan besi, semua bahan tersebut telah mampu diolah oleh mereka. Sehingga julukan suvarnadvipa (pulau emas) yang muncul pada cerita legenda di India sebelum Masehi, kemungkinan dirujuk untuk pulau Sumatera karena hal ini. Keberhasilan dan kesuksesan orang Minangkabau, banyak diraih ketika mereka berada di perantauan. Daerah perantauan mereka terbanyak di pulau Jawa dan negeri Malaysia.

2 comments:

  1. Adat besandi syara'
    syara besandi kitabullah.... itulah minang juga melayu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bang Anonymous. Terimakasih sudah membaca artikel penelitian saya ini. Yang membedakan kedu suku ini adalah adatnya Minang menganut Matrilineal, sedangkan Melayu menganut Patrilineal. Salam.

      Delete