Pemekaran Kabupaten Tapanuli TengahFeatured Post

Showing posts with label Batak Pakpak/ Dairi. Show all posts
Showing posts with label Batak Pakpak/ Dairi. Show all posts

Thursday, 27 December 2012

Boang/ Julu/ Kahia


Suku Boang


Suku Boang, adalah suatu komunitas yang hidup dan bermukim relatif di daerah pinggiran sungai besar yang langsung bermuara ke laut Singkil, yaitu sungai Simpang Kanan dan Sungai Simpang Kiri dan secara teritorial berada dalam kabupaten Aceh Singkil dan Kota Subulussalam Aceh. Di dalam kehidupan sehari-hari biasanya orang mengasosiasikan suku Boang ke dalam sub-suku Pakpak atau kadang kala disebut sebagi suku Pakpak Boang. Menurut Suku Pakpak, bahwa suku Boang ini adalah salah satu bagian dari 5 suak (puak) suku Pakpak. Sedangkan menurut suku Klasen, bahwa suku Boang adalah bagian dari suku Dairi, yang terdiri dari suku Klasen dan suku Boang.

Menurut Suku Boang, sebagian besar dari mereka menganggap, bahwa mereka bukanlah bagian dari suku Pakpak maupun suku Dairi, karena menurut mereka suku Boang memiliki marga-marga sendiri dan bahasa sendiri yang berbeda dengan bahasa suku Pakpak. Alasan lain mereka menuturkan bahwa suku Boang secara mayoritas adalah penganut agama Islam, berbeda dengan suku Pakpak maupun suku Dairi yang mayoritas beragama Kristen (Protestan dan Katolik).

Suku Boang memiliki marga-marga yang berbeda dengan suku Pakpak dan suku Dairi.
Marga-marga suku Boang adalah :
- Kombih
- Barat
- Malayu
- Padang
- Berampu

Sepertinya Suku Boang ingin melepaskan diri dari bayang-bayang suku Batak Pakpak maupun suku Batak Dairi, dan menyatakan bahwa suku Boang itu ada. Kasus ini mirip dengan penolakan suku Pakpak terhadap sebutan "Batak" dalam label suku Batak Pakpak, yang menunjukkan bahwa suku Pakpak adalah suku Pakpak, bukan bagian dari suku Batak lagi. Begitu jugalah yang terjadi pada suku Boang, yang ingin menampilkan identitas diri sebagai suku Boang, bahwa suku Boang adalah suku Boang, bukanlah bagian dari suku Pakpak maupun suku Dairi.

Dalam banyak studi telah diperlihatkan bahwa perubahan wilayah tempat tinggal, latar belakang sosial, dan latar belakang kebudayaan merupakan konteks yang memberi warna bagi identitas kesukubangsaan (Abdullah, 2006:43). Mengenai perubahan budaya sebagai bentuk identitas Nainggolan (2006:107) menjelaskan ada 6 faktor yang menyebabkan perubahan identitas : (1) kultur homogen (2) besarnya jumlah kelompok etnis, (3) kultur dominan lokal (4) tekanan dari kultur homogen, (5) kultur lokal yang plural, dan (6) waktu.

Suku Kahia


Suku Kahia, adalah suatu komunitas suku yang menempati daerah Boang, yang menyebut dirinya suku Kahia, atau suku Dairi Kahia, kadang-kadang disebut juga sebagai suku Pakpak Kahia. Mereka mengatakan dulunya mereka memang berasal dari wilayah Pakpak sekarang, tetapi menurut anggapan mereka, bahwa mereka bukanlah suku Pakpak.

Asal nama "kahia" sendiri belum diketahui darimana. Ada suatu daerah di india pada masa dahulu, bernama "kahia", yang kira-kira berarti "tukang kebun", "petani". Apakah suku Kahia yang sekarang ini berasal dari sana? dan apakah suku Kahia suka berkebun atau bertani? apakah ada hubungannya? Pada masa lalu kedatangan bangsa Hindusthan telah memasuki tanah batak dan sebagian telah berbaur dengan suku-suku asli, yang berbaur dengan komunitas suku kecil selain pembauran dengan suku Pakpak, Dairi dan Karo. Kemungkinan besar telah terjadi perkawinan campur antara pendatang dari Hindusthan dengan suku-suku asli pada masa itu, hingga terbentuklah komunitas suku Kahia. Tetapi anggapan ini hanyalah teori belaka, belum tentu kebenarannya, karena belum ada penelitian lebih lanjut tentang ini.

Suku Kahia beranggapan dahulunya mereka telah menjadi penghuni tetap tanah Dairi jauh sebelum orang Pakpak atau orang Dairi ada memasuki wilayah Dairi, Tetapi karena sifat nomaden bangsa Batak pada zaman dahulu, mereka memilih pindah ke suatu wilayah yang dianggap lebih baik, yaitu suatu tempat yang sekarang disebut daerah Boang yang telah dihuni terlebih dahulu oleh suku Boang dan suku Singkil.

Pada saat ini suku Kahia, kebanyakan sudah membaur dengan etnis lain, seperti suku Batak Singkil dan suku Pakpak lainnya seperti suku Klasen dan suku Boang. Sedagkan menurut suku Dairi seperti suku Klasen dan suku Boang, bahwa suku Kahia bukanlah suatu etnis tersendiri, melainkan adalah bagian dari subsuku Dairi, dan dianggap sebagai bagian dari suku Boang.

Kembali ke masalah penolakan identitas, suku Kahia lebih suka disebut sebagai suku Kahia, bukan suku Pakpak maupun suku Dairi. Tetapi sebagian dari mereka tidak menolak kalau disebut sebagai suku Dairi Kahia atau sebagai suku Batak Kahia.

Suku Julu


Suku Julu, adalah suatu komunitas suku yang berada di kabupaten Aceh Singkil daratan. Suku Julu ini sering disebut sebagai bagian dari suku Singkil, kadang disebut juga sebagai bagian dari kelompok suku Pakpak, selain itu mereka disebut juga sebagai bagian dari suku Boang.

Menurut penuturan beberapa masyarakat suku Boang, dahulu mereka memang berasal dari daerah Boang Pakpak, tetapi mereka telah lama tinggal di wilayah ini, dan mereka berbeda agama dengan suku Boang yang berada di wilayah kabupaten Pakpak Bharat. Jadi mereka lebih suka kalau disebut sebagai orang Julu atau suku Julu, dan beberapa malah menyatakan mereka berbeda dengan suku Boang. Selain itu mereka juga tidak mau disebut sebagai bagian dari suku Singkil. Mereka menyatakan bahwa mereka adalah suku Julu, bukang Boang apalagi Singkil.

Walaupun saat ini mereka telah menyatakan terpisah dari suku Pakpak, dan telah berdiri sendiri sebagai suatu suku tersendiri, yang memiliki bahasa dan budaya sendiri, tetapi biar bagaimanapun juga yang pasti mereka berasal dari rumpun yang sama dengan suku Pakpak,
Secara budaya, suku Julu ini berbeda dengan suku Singkil, serta bahasa yang diusung oleh suku Julu, juga lebih dekat dengan bahasa Pakpak. Hal ini menunjukkan bahwa suku Julu memang berkerabat atau berasal dari suku Batak Pakpak.

Suku Julu saat ini sebagian besar memeluk agama Islam, akibat pengaruh dari budaya dan tradisi masyarakat di kabupaten Aceh Singkil yang pada umumnya beragama Islam. Tetapi adat dan budaya suku Julu sampai saat ini masih tetap dipertahankan, walaupun sudah agak terpengaruh oleh budaya Islam. Suku Julu sebagian besar hidup sebagai petani di dataran tinggi, seperti bertanam sayur-sayuran, dan berbagai jenis tanaman lain.

Batak Pakpak di Kab. Dairi & Kab. Pakpak Bharat

SUKU BATAK PAKPAK 

DI KAB. DAIRI & KAB. PAKPAK BHARAT

By: Wendy Hutahaean


Suku Pakpak adalah salah satu suku bangsa yang terdapat di pulau Sumatra Indonesia dan tersebar di beberapa kabupaten/kota di Sumatra Utara dan Aceh, yakni di kabupaten Dairi, kabupaten Pakpak Bharat, kabupaten Humbang Hasundutan (Sumatra Utara) dan kabupaten Aceh Singkil serta kota Sabulusalam (provinsi Aceh).


Traditional Clothes of Batak Pakpak

Suku Pakpak yang berada di Sumatra Utara terpusat di dataran tinggi Sumatra Utara, tepatnya di kabupaten Dairi beribukota Sidikalang dan kabupaten Pakpak Bharat beribukota Salak. Selain itu juga tersebar di beberapa kabupaten lain dan di kabupaten Singkil provinsi Aceh. Bagi masyarakat Pakpak untuk menyebut wilayah Pakpak, biasanya dengan sebutan "Tanoh Pakpak".

Traditional House of Batak Pakpak

 Suku Pakpak terdiri atas 5 subsuku, dalam istilah setempat sering disebut dengan istilah Pakpak Silima suak yang terdiri dari :
1.    Pakpak Klasen (kabupaten Humbang Hasundutan dan Manduamas, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatra Utara)
2.    Pakpak Simsim (kabupaten Pakpak Bharat Sumatra Utara, ibukota Salak)
3.    Pakpak Boang (kabupaten Aceh-Singkil dan kota Sabulusalam-Aceh) propinsi Aceh
4.    Pakpak Pegagan (kabupaten Dairi Sumatra Utara, ibukota Sidikalang)
5.    Pakpak Keppas (kabupaten Dairi Sumatra Utara, ibukota Sidikalang)

Traditional Dance of Batak Pakpak


Suku bangsa Pakpak mendiami bagian Utara, Barat Laut Danau Toba sampai perbatasan Sumatra Utara dengan provinsi Aceh (selatan). Menurut penuturan masyarakat Pakpak di kabupaten Dairi, suku bangsa Pakpak pada dahulunya berasal dari keturunan tentara kerajaan Chola dari India Selatan yang menyerang kerajaan Sriwijaya pada abad 11 Masehi. Menurut masyarakat Pakpak sendiri mengindikasikan bahwa suku Pakpak adalah suku tertua dari rumpun Batak, bahkan lebih tua dari Batak Toba, Batak Karo, Batak Singkil dan lain-lain rumpun Batak. Pada saat sekarang ini kebanyakan masyarakat Pakpak sendiri enggan mengaku dan dianggap sebagai bagian dari  "Batak". Meski sebenarnya dari segi sejarah, asal usul, adat-budaya, bahasa, fisik dan karakter, bahwa suku Pakpak masih tergolong ke dalam rumpun Batak.

Bukan karena egoisme dan alergi terhadap istilah "Batak", melainkan ingin menunjukkan bahwa suku Pakpak itu memang ada dan terlepas dari bayang-bayang istilah "Batak" yang cenderung diartikan sebagai Batak Toba, Batak Karo dan Batak Mandailing yang selama ini lebih dikenal oleh dunia.

Secara kasat mata, memang sulit membedakan antara suku Pakpak dengan suku Batak lainnya, sehingga para ilmuwan menggolongkan suku Pakpak ke dalam sub-suku Batak. Situs-situs bersejarah tentang suku Pakpak ini sudah sangat langka. Rumah tradisional yang mencerminkan budaya asli orang Pakpak kini juga hampir tidak terlihat di perkampungan suku Pakpak. Literatur lengkap tentang sejarah suku bangsa Pakpak ini, sangat jarang ditemukan. Jumlah penutur bahasa Pakpak saat ini semakin menciut membuat identitas suku ini semakin hilang ditelan kemajuan zaman.

Komunitas terkecil pada suku Pakpak disebut Lebuh dan Kuta. Lebuh, merupakan bagian dari Kuta yang dihuni oleh klan kecil, dan Kuta adalah gabungan dari lebuh-lebuh yang dihuni oleh suatu klan besar (marga) tertentu, yang dianggap sebagai penduduk asli, sementara marga tertentu dikategorikan sebagai pendatang. Orang Pakpak menganut prinsip Patrilineal dalam memperhitungkan garis keturunan dan pembentukan klan (kelompok kekerabatan)nya yang disebut marga. Dengan demikian berimplikasi terhadap sistem pewarisan dominan diperuntukkan untuk anak laki-laki saja. Bentuk perkawinannya adalah eksogami marga, artinya seseorang harus kawin diluar marganya dan kalau kawin dengan orang semarga dianggap melanggar adat karena dikategorikan sebagai sumbang (incest). Suku Pakpak sering dikelompokkan menjadi sub etnis Batak.

Belum ada bukti yang pasti tentang sejarah asal usul orang Pakpak. Beberapa versi asal usul dari penuturan masyarakat Pakpak maupun dari rumpun Batak lainnya adalah :
1.    Pertama dikatakan bahwa orang Pakpak berasal dari Assam, India Selatan, selanjutnya masuk ke pedalaman dan berkembang menjadi orang Pakpak. Alasan dari India didasarkan pada adanya kebiasaan tradisional Pakpak dalam pembakaran tulang-belulang nenek moyang dan Barus sebagai daerah pantai dan pusat perdagangan berbatasan langsung dengan tanoh Pakpak.
2.    Versi lain menyatakan orang Pakpak berasal dari etnis Batak Toba. Alasan Pakpak berasal dari Batak Toba, karena adanya kesamaan struktur sosial dan kemiripan nama-nama marga.
3.    Sedangkan versi lain menyatakan orang Pakpak sudah lebih dahulu ada sebelum suku Batak ada, dengan kata lain suku Pakpak adalah clan Batak yang pertama dan tertua di Sumatra. Alasan suku Pakpak sebagai suku Batak tertua atau lebih dulu ada dari suku Batak adalah dari didasarkan pada folklore di mana diceritakan adanya tiga zaman manusia di Tanoh Pakpak, yakni zaman Tuara (Manusia Raksasa). zaman si Aji (manusia primitif) dan zaman manusia (homo sapien).

Juga ada versi yang menceritakan asal usul suku Pakpak dengan marga-marganya, keturunan dari tokoh-tokoh di bawah ini.
·         Si Aji, dengan keturunannya bermaga Padang, Brutu dan Solin.
·         Si Raja Pako, tempat di Sicike-cike dengan keturunannya Marga Ujung Angkat, Bintang Capah, Sinamo, Kudadiri dan Gajah Manik (Si Pitu Marga)
·         Pubada, dengan keturunannya Manik, Beringin, Tendang, Bunurea, Gajah, Siberasa.
·         Ranggar Djodi
·         Mbello, (Perbaju bigo) Menurut kisah telah tenggelam oleh suatu peristiwa.
·         Sanggir, dengan keturunannya Tumangger, Tinambunan, Anakampun, Meka, Mungkur, Pasi, Pinayungen.

Marga Pakpak Simsim:
- Berutu, Padang, Bancin, Sinamo, Manik, Sitakar, Kebeaken, Lembeng, Cibro, dan lain-lain. 

Marga Pakpak Keppas:
- Ujung, Capah, Kuda diri, Maha dan lain-lain. 

Marga Pakpak Kelasen: 
- Tumangger, Tinambunen, Kesogihen, Meka, Maharaja, Ceun, Mungkur dan lain-lain.

Marga Pakpak Pegagan:
- Matanari dan lain-lain

Marga Pakpak Boang: 
- Saraan, Sambo, Bacin dan lain-lain.

Sebagian masyarakat Pakpak masih meyakini hal-hal gaib, misalnya di setiap lebuh dan kuta ditemukan adanya area-area yang dianggap pantang untuk diganggu, menurut keyakinan mereka, tempat-tempat trsebut memiliki unsur biotik dan abiotik, karena dianggap mempunyai kekuatan gaib antara lain: rabag, gua, daerah pinggiran sungai dan jenis-jenis pohon dan binatang tertentu yang dianggap memiliki mana. Jenis tumbuhan tersebut misalnya pohon ara, Simbernaik (sejenis pohon penyubur tanah). Jenis binatang yang jarang diganggu seperti monyet, kera dan harimau. Pada awalnya tempat-tempat tersebut dijadikan sebagai tempat persembahan terhadap kekuatan gaib namun saat ini walaupun umumnya mereka telah menganut agama-agama besar seperti Kristen dan Islam, tetap dianggap keramat dan mempunyai kekuatan sehingga kalau diganggu dapat berakibat buruk terhadap keselamatan.


Suku Keppas


Suku Keppas, adalah salah satu bagian dari sub-suku Pakpak. Suku Keppas ini juga bermukim di wilayah kabupaten Dairi, bersama-sama puak Pakpak lainnya, yaitu suku Pegagan, tetapi berbeda wilayah pemukiman. Suku Keppas ini banyak bermukim di kota Sidikalang dan di sekitarnya. Dalam administrasi pemerintahan Republik Indonesia, kini termasuk dalam wilayah kecamatan Silima Pungga-pungga, Tanah Pinem, Parbuluan, kecamatan Sidikalang dan di kota Sidikalang.




Suku Keppas dalam berbahasa Pakpak memiliki dialek yang sedikit berbeda dengan puak-puak Pakpak lainnya. Dialek Keppas ini sedikit dipengaruhi oleh dialek-dialek dari kabupaten lainnya seperti dari wilayah provinsi Aceh, tetapi dalam berkomunikasi dengan puak Pakpak lainnya, mereka dapat saling memahami dengan mudah.

Masyarakat suku Keppas pada umumnya memeluk agama Kristen (Katolik dan Protestan), sebagian ada juga yang memeluk agama Islam (terutama yang dekat dengan perbatasan provinsi Aceh) dan ada juga yang masih mempertahankan agama tradisional mereka seperti ugama sipelbegu. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Pakpak Keppas ini, masih melekat kebiasaan lama mereka seperti mempercayai hal-hal gaib, mistik, praktek perdukunan dan mempercayai adanya roh-roh yang memiliki kekuatan di hutan, atau tempat-tempat yang dianggap angker.

Beberapa marga yang ada pada masyarakat suku Keppas adalah Ujung, Angkat, Bako, Bintang, Kudadiri, Maha, Capah, Sinamo dan Gajah Manik. Karena keadaan alam wilayah pemukiman suku Keppas ini berada di pegunungan, maka profesi masyarakatnya sebagian besar adalah sebagai petani. Beberapa komoditas pertanian yang unggul dari daerah ini adalah Kopi (Kopi Sidikalang, sebagai salah satu kopi terbaik di Indonesia), Durian, Jagung, Kemenjen (Kemenyan), Nilam, Jeruk, Tiung (Durian Belanda), Kentang dan masih banyak komoditi unggulan lainnya. Sebagian besar komoditi unggulan sudah diekspor ke luar negeri.


Suku Pegagan

Suku Pegagan, adalah salah satu puak (sub-suku) dari suku Pakpak, yang terdapat di dataran tinggi Bukit Barisan Sumatra Utara. Suku Pegagan ini bermukim di kabupaten Dairi, di daerah Pegagan (meliputi daerah Balna Sibabeng-kabeng, Lae Rias, Lae Pondom, dan yang berada di Sumbul, Juma Rambah, Kuta Manik, Kuta Usang dan sekitarnya.


Pada suku Pegagan ini terdapat tiga 3 marga, yaitu (Raja) Matanari, (Raja) Manik dan (Raja) Lingga. Ketiga marga ini adalah marga-marga yang terkenal di kalangan masyarakat suku Pegagan ini. Ketiga marga ini adalah keturunan dari si Raja Api atau disebut juga sebagai si Raja Gagan. Si Raja Api ini adalah salah seorang dari 7 (Pitu) Guru Pakpak Sindalanen (yakni keturunan Perbuahaji) . yang pada masa lalu sangat terkenal karena ilmu kebatinannya (sangat disegani, ditakuti dan tempat belajar atau berguru ilmu kebatinan). Legenda tentang si Raja Api ini sangat terkenal di kalangan masyarakat Pakpak, bahkan hingga ke masyarakat Karo Simalem dan Gayo.
Pada masa dahulu suku Pegagan yang berasal dari keturunaan si Raja Api ini adalah masyarakat yang hidup secara nomaden, hidup menjelajah hutan dataran tinggi Bukit Barisan, mencari makanan dari apa yang disediakan oleh alam, memanen hasil hutan dan berburu binatang, menangkap ikan dan tinggal berpindah-pindah. Diduga pemukiman mereka pertama kali berada di sekitar hutan Lae Rias dan Lae Pondom. Di tempat ini lah mereka mendirikan pemukiman perkampungan pertama mereka.
Ada beberapa versi yang menceritakan tentang asal usul suku Pegagan ini, 
·         Salah satunya mengatakan bahwa mereka adalah para imigran dari India, yang masuk dari sekitar Barus, merasa tidak aman di Barus, mereka memilih untuk masuk lebih ke pedalaman, yang menjadi masyarakat nomaden. Diduga di wilayah yang mereka masuki ini telah ada penduduk yang juga bermukim di pedalaman. Dengan masyarakat inilah mereka terjadi pembauran kawin-campur, sehingga terbentuklah masyarakat yang menamakan dirinya sebagai suku Pegagan. 
·         Versi lain, mengatakan bahwa mereka memang sejak awal adalah satu kesatuan dalam suku Pakpak, beserta puak-puak Pakpak lainnya, tetapi karena pada masa dahulu daerah ini sering terjadi konflik di antara mereka sendiri, serta banyak mendapat tekanan dari kekuatan lain dari kerajaan-kerajaan dari wilayah lain yang ingin menginvasi daerah ini, maka terjadilah penyebaran-penyebaran ke daerah-daerah lain yang dianggap lebih aman. Dalam penyebaran-penyebaran inilah salah satu kelompok bergerak ke daerah Dairi sekarang, dan membentuk satu kelompok yang sedikit berbeda, dan menamakan diri mereka sebagai suku Pegagan.
·     Versi lain, mengatakan suku Pegagan ini dahulunya adalah para prajurit dari pasukan Kerajaan Chola yang berasal India, yang sebelumnya menyerang dan menghancurkan Kerajaan Sriwijaya di Sumatra Selatan. Keturunan dari prajurit Kerajaan Chola ini banyak yang tinggal dan bermukim di wilayah Sumatra Selatan, dimana di sana mereka memakai identitas suku sebagai suku Pegagan. Dari Sumatra Selatan pasukan Kerajaan Chola ini bergerak ke arah dataran tinggi Bukit Barisan tepatnya di wilayah Pakpak dan Dairi sekarang. Di tempat ini banyak juga keturunan mereka yang tinggal menetap dan mendirikan perkampungan serta melakukan perkawinan campur dengan penduduk setempat, dari hasil keturunan ini mereka menyebut diri mereka sebagai suku Pegagan. Apakah ada hubungan suku Pegagan yang di Sumatra Selatan dengan suku Pegagan yang di kabupaten Dairi ini ? Apabila dilihat dari beberapa perbendaharaan kata, terdapat juga beberapa kata yang mirip antara bahasa kedua suku bernama sama ini. Mungkin saja ada hubungan kekerabatan antara kedua suku ini, tetapi karena memang karena terpisah oleh jarak puluhan hari kalau berjalan kaki, serta dalam jangka waktu ribuan tahun, tentunya segala sesuatunya akan menjadi berubah dan berbeda.

Sesuai perkembangan zaman dan kebudayaan, keturunan Pakpak Pegagan tersebut di atas mengalami perubahan dari budaya nomaden menjadi petani berpindah..Karena mereka sering berpindah-pindah sambil membuka lahan pertanian baru dan sekaligus mendirikan pemukiman-pemukiman baru, maka keturunan mereka juga banyak tersebar di beberapa daerah seperti di Balna Sikabeng-kabeng, Kuta Gugung, Kuta Manik, Kuta Raja, Kuta Singa, Kuta Posong, Sumbul Pegagan, Batangari (Batanghari), Juma Rambah, Simanduma, sampai daerah Tigalingga.

Masyarakat suku Pegagan ini secara mayoritas adalah pemeluk agama Kristen (Katolik dan Protestan), sebagian kecil ada juga yang memeluk agama Islam, selain itu sekelompok kecil masih mempertahankan agama tradisional lama mereka yang mengandung unsur animisme. Walaupun suku Pakpak Pegagan ini secara mayoritas telah memeluk agama-agama besar seperti Kristen dan Islam, tetapi masih banyak dari mereka yang masih mempraktekkan ilmu kebatinan, mistik dan praktek perdukunan. Beberapa pelayanan rohani giat bekerja di wilayah Pegagan ini, dan dengan giat mengajak mereka untuk meninggalkan berbagai praktek mistik dan perdukunan di wilayah tersebut. 

Saat ini masyarakat suku Pegagan telah hidup menetap, meninggalkan kebiasaan nomadennya, dan juga telah membuka beberapa lahan pertanian menetap. Mayoritas masyarakat suku Pegagan hidup berprofesi sebagi petani sawah dan ladang, dan juga bercocok tanam berbagai tanaman, seperti sayur-sayuran serta beberapa tanaman keras seperti jeruk dan kopi arabica, yang telah berkembang di daerah Pegagan. Sedangkan yang lain memilih untuk memelihara hewan ternak, seperti ayam, bebek dan sapi. Bahkan beberapa mendatangkan sapi bali, karena menurut mereka sapi bali ini bisa menghasilkan daging lebih banyak dari sapi biasa.


Suku Simsim


Suku Simsim, adalah salah satu dari 5 puak suku Batak Pakpak yang memiliki hak ulayat di daerah kecamatan Kerajaan dan Salak, yang berada di kabupaten Pakpak Bharat di provinsi Sumatra Utara (dahulu hanya terdiri dari kecamatan Kerajaan dan kecamatan Salak). Orang Simsim, walaupun mereka menyebut diri mereka orang Simsim, tetapi juga menyatakan sebagai orang Pakpak, atau sebutan lain sebagai orang Batak Pakpak Simsim. Tetapi saat ini sebagian dari mereka lebih suka melepaskan identitas "batak" nya, menjadi suku Pakpak Simsim saja.


Traditional Clothes of Batak Pakpak (Simsim)


Secara adat-istiadat dan budaya, orang Simsim tidak lah berbeda dengan puak Pakpak lainnya, seperti puak  Pegagan, Kepas, Klassen dan Boang. Bahasa yang diucapkan oleh suku Simsim adalah bahasa Pakpak. Tidak berbeda dengan bahasa puak Pakpak lainnya, hanya terdapat perbedaan dialek saja, yang membedakan suku Simsim ini dengan puak Pakpak lainnya.


Traditional Dance of Batak Pakpak (Simsim)


Mayoritas suku Simsim ini memeluk agama Kristen, seperti yang dianut oleh masyarakat suku Batak Pakpak pada umumnya. Sebagian kecil lain ada juga yang memeluk agama Islam, serta beberapa masih mempertahankan agama tradisional mereka, seperti ugama pelebegu.



Traditional Houseof Batak Pakpak (Simsim)


Orang Simsim juga memiliki marga, seperti etnis batak lainnya, yaitu Solin, Padang, Bancin, Banurea, Barasa (Brasa), Brutu, Manik Kecupak, Gajah, Kabeakan, Lembeng, Sitakar, Tinendung, dan Padang Batanghari. Terdapat beberapa kerumitan dalam marga-marga suku Pakpak, beberapa marga yang berasal dari puak Pakpak lain, kadang lebih merasa sebagai puak Simsim. Begitu juga beberapa marga pada puak Simsim, kadang merasa sebagai puak lainnya. Tetapi itu tidak menjadi masalah bagi mereka karena mereka merasa masih berada dalam lingkup Batak Pakpak juga. Selain itu ada juga beberapa marga yang memiliki keterkaitan dengan marga-marga dari suku Batak Toba, juga dengan marga dari suku Batak Karo bahkan dengan suku Batak Alas di wilayah Aceh.
Masyarakat suku Batak Pakpak Simsim ini, pada dasarnya hidup pada bidang pertanian. Seperti kebanyakan masyarakat yang hidup di daerah dataran tinggi, yang rata-rata memiliki kegiatan sehari-hari sebagai petani. Beberapa memilih bercocok-tanam pada sayur-sayuran. Selain itu beberapa pada tanaman keras seperti kopi arabica.

Sumber:



Pakpak Keppas Song - Kuta Sidikalang

Pakpak Dance - Tatak Garogaro