BATAK PESISIR BILAH
Kabupaten Labuhan Batu
Kabupaten Labuhan Batu
by: Wendy Hutahaean
Batak Pesisir Bilah
people
was a Batak ethnic who live in Kabupaten Labuhanbatu of North Sumatera Province, Indonesia. Nowadays they prefer to be called as Melayu Bilah people because they were Islam and left their Batak culture. Before the existence of Kesultanan Bilah, the area was occupied by Batak people from Dalimunthe clan. Then, Sultan Bilah converted them into Islam and applied Melayu culture in their dailiy live.
A. The
Land
The land of Batak
Pesisir Bilah people covered some districts (kecamatan) of Kabupaten Labuhanbatu,
which are:
1. Kec. Bilah Hilir,
capital in Negeri Lama
2. Kec. Bilah Hulu,
capital in Aek Nabara
3. Kec. Bilah Barat, capital in Janji
4. Kec. Pangkatan, capital in Kampong Pangkatan
5. Kec. Rantau Utara, capital in Rantauprapat
4. Kec. Pangkatan, capital in Kampong Pangkatan
5. Kec. Rantau Utara, capital in Rantauprapat
6. Kec. Rantau Selatan, capital in Lobu Sona
B. Marga
Jauh sebelum kedatangan
Sultan Batara Sinombah asal Pagaruyung Minangkabau yang akhirnya diangkat
menjadi Sultan oleh Masyarakat Batak bermarga Dasopang dan Tamba di Kotapinang,
kedua marga Batak tersebut sudah menjadi penduduk asli di Pinang Awan
(Kotapinang). Sementara itu, di wilayah aliran sungai Bilah dan aliran sungai
Barumun, suku batak yang mayoritas berasal dari marga Dalimunthe telah menjadi
penduduk asli wilayah tersebut.
Marga Dalimunte merupakan masyarakat Batak Angkola yang bermigrasi dari wilayah Angkola di seputar. Silsilah Marga Tamba adalah sebagai berikut:
1.
Si Raja Batak mempunyai anak Guru Tateabulan
dan Raja Isumbaon.
2.
Raja Isumbaon mempunyai anak Tuan
Sorimangaraja, Raja Asiasi dan Sangkar Somalidang
3.
Tuan Sorimangaraja mempunyai anak Tuan Sorbadijulu/ Tuan Nabolon (Nai
Ambaton), Tuan Sorbadibanua (Nai Suanon) dan Tuan Sorbadijae/ Datu Pejjel (Nai Rasaon).
4.
Tuan Sorbadijulu mempunyai anak Simbolon Tua,
Tamba Tua, Saragi Tua dan Munte Tua.
5.
Munte Tua mempunyai 3 anak, yaitu:
a. Raja
Panguruan, keturunannya bermarga Sitangggang dan Sigalingging
b. Jelak
Maribur, keturunannya bermarga Dalimunte di Labuhan Batu, Angkola dan lainnya
c. Jelak
Karo, keturunannya bermarga Ginting Munte di Karo.
C. Language
Bahasa Melayu Bilah is the language spoken by Batak Pesisir Bilah people.
D. Religion
Islam is the religion of most Batak Pesisir Bilah.
D. Religion
Islam is the religion of most Batak Pesisir Bilah.
Traditional Clothes of Batak Angkola Labuhanbatu |
E. Kedatangan
Batara Sinombah dari Minangkabau dan Pendirian Kesultanan Kotapinang
Pada
awal abad ke-16 berangkatlah tiga orang anak Sultan Alamsyah Syaifuddin dari
Pagaruyung melalui Tapanuli Selatan menuju arah pesisir Sumatera Timur.
Rombongan ini terdiri dari Batara Sinomba dan adiknya Batara Guru Pinayung
beserta adik tiri perempuan mereka Puteri Lenggani. Di dekat Gunung Malea,
Batara Guru Pinayung memisahkan diri karena menikah di Penyabungan Mandailing
dan diangkat menjadi Raja di sana dan diangkat menjadi bermarga Nasution. Ikut
bersamanya seekor anjing bernama Cempaga Tua dan dua ekor ayam kinantan. Inilah
yang menjadi cikal bakal adanya kerajaan di daerah Mandailing.
Rombongan
Batara Guru Sinomba melanjutkan perjalanan sampai di Otang Momok (Pinang Awan) atau
Kuala Teritis. Di daerah ini telah dihuni penduduk asli yaitu suku Batak marga
Tamba dan marga Dasopang. Antara kedua marga Batak ini selalu terjadi perang
karena keduanya ingin menjadi pemimpin di negeri Pinang Awan. Dari hasil
kesepakatan kedua marga ini, maka dicarilah seorang suku pendatang di luar
kedua marga ini untuk menjadi pemimpin yang dapat mengayomi kedua suku ini
secara adil. Kedatangan Batara Sinomba yang diyakini sakti ke daerah Pinang
Awan menjadikan dirinya dipilih oleh marga Tamba dan Dasopang menjadi raja
pertama daerah ini dan mengakhiri konflik berkepanjangan antara kedua marga
suku Batak ini.
Berdasarkan
sejumlah bukti sejarah berupa kuburan dan sebagainya, diperkirakan Kotapinang
telah berdiri sejak 250 tahun lalu. Asal nama Kotapinang sendiri diambil dari
kata Huta Pinangaon, yang artinya pinang yang mengawan atau pinang yang
menjulang sampai ke awan. Pinang itu menurut cerita tumbuh di depan istana
kesultanan Kotapinang.
Jumlah
penduduk Batak baik dari marga Tamba maupun Dasopang sangat besar. Dalam
kepemimpinan Batara Sinomba, suku Batak marga Tamba dan Dasopang juga memilih
pergi dari perkampungan tersebut untuk membuka perkampungan baru. Dalam masa
pemerintahan raja itu juga diciptakan sistim keamanan dan rakyat setia kepada
raja. Setelah raja meninggal dunia, maka otomatis kekuasaan beralih ke tangan
anaknya dari istrinya putri Dasopang dinamakan Sultan Nusa bergelar Marhom
Mangkat di Jambu.
Sultan
Nusa (Marhom Mangkat di Jambu) kemuadian memindahkan istana Kotapinang ke hilir
sungai Barumun tepatnya di seberang Labuhan Lama, puing kerajaan itu sampai
kini masih dapat dilihat. Permaisurinya bernama Ibu Gahara putri Dasopang
melahirkan 2 putra bernama Maharaja Awan (Sultan Syahir Alam) dan Maharaja
Hulubalang serta seorang putri bernama Siti Onggu. Kemudian, Sultan Nusa
menikah lagi dengan seorang selir putri Tamba dan mempunyai putra bernama Kain
(Raja Indra Tahir Alam) dan Suman (Raja Segar Alam) serta putri Siti Putih dan
Siti Kuning.
Selir menghasut Sultan Nusa (Marhom Mangkat di
Jambu) agar puteranyalah yang akan menggantikan kelaksebagai raja, sehingga
kedua orang putera raja dari Ibu Gahara itu lalu diusir. Akhirnya permaisuri
dan kedua anaknya minta tolong kepada Sultan Aceh Syah Johan yang
balatenteranya kebetulan lewat di situ. Sultan Aceh ini lalu mengirim pasukan
dipimpin Raja Muda Pidie. Pasukan Aceh lalu membunuh Sultan Nusa dekat sebuah
pohon Jambu, dan mengangkat kedua orang putera raja dari ibu gahara itu sebagai
raja disana. Sebagai balas jasa, Sultan Syah Johan mengambil Siti Onggu sebagai
isterinya dan dibawa ke Aceh. Selain itu, Siti Kuning menikah dengan Raja Muda
Pidie yang memimpin serangan tersebut.
Semenjak kematian Sultan Musa, Kesultanan Kotapinang
dipimpin oleh Maharaja Awan yang bergelar Marhom Mangkat di Tasik dan
keturunanya. Berikut adalah silisilah dari raja-raja di Kotapinang:
1.
Batara Guru Sinomba
2.
Sultan Nusa
3.
Sultan Syahir Alam (Maharaja Awan)
4.
Sultan Kohar
5.
Yang Dipertuan Muda Hotang Mumuk
6.
Sultan Kumala Marhum Tua
7.
Yang Dipertuan Muda Simarkaluang
8.
Sultan Tua Kotapinang
9.
Sultan Bungsu Pulau Biromata
10. Sultan Moestafa (Revolusi Sosial 1946)
Demikianlah
raja-raja Kesultanan Kotapinang hingga revolusi Sosial 1946 yang menghapuskan system
feodalisme kerajaan di Suatera Timur. Kalangan kerajaan mempunyai keturunan
Minangkabau bercampur Batak, sedangkan masyarakatnya masih keturunan Batak
marga Dasopang dan Tambak yang jumlahnya sangat besar.
C.
Pendirian
Kesultanan Bilah oleh Raja Indra Tahir Alam
Setelah
terbunuhnya Sultan Nusa oleh Sultan Aceh Syah Johan atas permintaan permaisuri
Ibu Gahara Dasopang, Kesultanan Kotapinang dipimpin oleh Sultan Syahir Alam (Maharaja
Awan). Terpaksa Raja Indra Tahir Alam mengungsi ke dekat pesisir sungai Bilah dan
membuka perkampungan Sungai Abal. Ia menikah dengan boru Dalimunte yang
merupakan penduduk asli wilayah Bilah, dan mempunyai anak bernama Raja Yunus
(Marhom Mangkat di Gunung Suasa).
Raja
Yunus kemudian meneruskan pemerintahan baru bernama Kesultanan Panai di
pesisir. Ia mempunyai empat orang putera
yaitu:
1.
Raja Nulong (Marhom Mangkat di Si Pege),
menjadi penerus Kesultanan Panai
2.
Raja Laut, berkuasa di Bandar Kudoh.
3.
Raja Mashor, berkuasa di Air Bilah.
4.
Raja Jumahat, berkuasa di Negeri Lama dan
Tanjung Pagus.
Namun
dalam perjalanannya, Raja Jumahat menyerang saudaranya Raja Laut di Bandar
Kudoh dan Raja Mashor di Air Bilah. Hal ini menjadikan Raja Jumahat menjadi
penguasa utama di wilayah Bilah. Berikut adalah silsilah raja-raja di
Kesultanan Bilah:
1.
Raja Indra Tahir Alam (Marhom Mangkat di
Gunung Suasa)
2.
Raja Jumahat gelar Sutan Bidar Alam (Marhom
Mangkat di Aloban)
3.
Marhom Sakti
4.
Sutan Indar Alam (Marhom Mangkat di Sei Abal)
5.
Tengku Musa Sutan Bidar Alam (Marhom Mangkat
di Kota)
6.
Sutan Adil Bidar Alamsyah (Marhom Mangkat di
Negeri Lama)
Demikianlah
raja-raja Kesultanan Bilah hingga revolusi Sosial 1946 yang menghapuskan system
feodalisme kerajaan di Sumatera Timur. Kalangan kerajaan mempunyai keturunan
Minangkabau bercampur Batak, sedangkan masyarakatnya masih keturunan Batak
marga Dalimunthe yng jumlahnya sangat besar.
D.
Pendirian
Kesultanan Panai oleh Raja Jumahat (Sultan Bidar Alam)
Raja
Nulong yang merupakan putra Sultan Yunus diberikan wilayah Kesultanan Panai.
Berikut adalah silsilah raja-raja di Kesultanan Panai:
1.
Raja Nulong (Marhom Mangkat di Si Pege I)
2.
Marhom Mangkat di Si Pege II
3.
Marhom Mangkat di Mesigit
4.
Marhom Saleh
5.
Marhom Sati (Marhom Mangkat di Negri Baru)
6.
Marhom Mangkat di Labuhan Bilik
7.
Sutan Gagar Alam (Marhom Sakti)
Demikianlah
raja-raja Kesultanan Panai hingga revolusi Sosial 1946 yang menghapuskan system
feodalisme kerajaan di Suatera Timur. Kalangan kerajaan mempunyai keturunan
Minangkabau bercampur Batak, sedangkan masyarakatnya masih keturunan Batak
marga Dalimunthe yng jumlahnya sangat besar.
F.
Hubungan
Kesultanan Asahan dengan Kesultanan Kotapinang, Bilah dan Panai.
Kesultanan
Asahan mempunyai hubungan darah dengan Kasultanan Kotapinang, Bilah dan Panai.
Sultan Nusa yang merupakan anak Batara Guru Sinomba, pendiri Kesultanan
Kotapinang, mempunyai tujuh orang anak baik dari permaisurinya Ibu Gahara
Dasopang maupun selirnya putri Tamba, yaitu:
1.
Raja Indra Tahir Alam (nama asli Kain), “Marhom
Mangkat di Gunung Suasa”. Keturunannya menjadi raja-raja Kesultanan Bilah dan Kesultanan
Panai.
2.
Raja Segar Alam (nama Suman), “Marhom Mangkat
di Sungai Toras”.
3.
Maharaja Awan (Sultan Syahir Alam), “Marhom
Mangkat di Tasik”. Keturunannya menjadi Raja-raja Kesultanan Kotapinang.
4.
Siti Onggu (pr) dibawa oleh rombongan Aceh
dan menikah dengan Sultan Aceh Syah Johan. Keturunannya kelak menjadi raja-raja
Kesultanan Asahan.
5.
Siti Kuning (pr), dibawa oleh rombongan Aceh
dan menikah dengan Raja Muda Pidie.
6.
Maharaja Hulubalang, menjadi raja di Rantau
Binuang (Rokan-Riau).
7.
Siti Putih (pr), menikah dengan Yang
Dipertuan Tambusai.
Dari
keterangan di atas diketahui bahwa Siti Onggu dinikahkan dengan Sultan Aceh
Syah Johan sebagai balas jasa Ibu Gahara boru Dasopang atas terbunuhnya Sultan
Nusa. Sultan Nusa dihasut oleh selirnya boru Tamba untuk menjadikan Raja Tahir
Indra Alam sebagai raja menggantikan Sultan Nusa dan juga mengusir permaisuri
Ibu Gahara boru Dasopang beserta ketiga anaknya dari istana. Hal ini membuat Ibu
Gahara dan anak-anaknya meminta pertolongan kepada Sultan Aceh untuk membunuh
Sultan Nusa. Kemudian Sultan Aceh Syah Johan membawa serta Siti Onggu ke
kesultanan Aceh sebagai balas jasa.
Kedatangan
Sultan Aceh Syah Johan saat itu sebenarnya dalam rangka pencarian Putri Hijau
asal Kerajaan Haru yang melarikan diri dari kapal mereka saat hendak dibawa ke
Aceh. Dalam pencarian itu, pasukan Sultan Aceh itu tiba di daerah Asahan hilir,
namun tidak menemui satupun penduduk. Hingga akhirnya mereka menyusuri hulu dan
bertemu penduduk Batak Pardembanan marga Simargolang yang tidak dapat berbahasa
Melayu. Salah seorang bernama Bayak Lengga Haroharo dapat berbahasa Melayu dan
menjelaskan tentang daerah tersebut.
Setelah
sekian lama, kembalilah Sultan Aceh Syah Johan beserta pasukannya ke Aceh
membawa serta Siti Onggu. Maharaja Awan dan Maharaja Hulubalang yang rindu
kepada saudarinya meminta agar Bayak Lengga Haroharo mengantar mereka ke Aceh
bertemu Sultan Syah Johan dan adiknya. Setelah sampai mereka melihat adiknya
dalam keadaan hamil besar dan memohon agar Siti Onggu diperkenankan dibawa
pulang ke Kotapinang. Sultan Acaeh Syah Johan menjatuhkan talaq dan meminta
agar Bayak Lengga Haroharo menjadikan Siti Onggu istrinya serta kelak anak yang
dalam kandungannya menjadi Sultan Asahan pertama yang pastinya akan tunduk
kepada Kesultanan Aceh. Setelah lahirnya anak Siti Onggu diberi nama Sultan
Abdul Jalil menjadi Sultan Asahan pertama diikuti oleh keturunannya.
G.
Kesimpulan
Dari
informasi sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa penduduk asli wilayah Bilah
dan Panai di Labuhan Batu sekarang adalah suku Batak bermarga Dalimunthe,
bahkan permaisuri raja-raja dipilih dari penduduk asli untuk memuluskan kekuasaan
mereka. Di sisi lain, kaum kerajaan masih mempunyai darah Minangkabau pihak
ayah yang bercampur Batak dari pihak ibu. Itupun jumlah anggota pihak kerajaan
tidak seberapa dibandingkan dengan penduduk Batak yang sudah bermukim lebih
dahulu di sana. Tidak dapat dikatakan bahwa budaya Labuhan Batu (Bilah dan
Panai) merupakan budaya Melayu, namun Budaya Batak Angkola. Hal ini disebabkan
dominasi budaya Batak lebih besar dibandingkan budaya Minangkabau, bukan Melayu.
Batak adalah Batak, Minangkabau adalah Minangkabau, bukan Melayu.
Sumber:
- http://sejarah-labuhanbatu.blogspot.com/2011/03/kerajaan-bilah.html
- http://sejarah-labuhanbatu.blogspot.com/2011/03/kerajaan-panai.html
- http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16567/4/Chapter%20II.pdf
- http://fsilaturrahmi.blogspot.com/2012/01/sejarah-kota-melayu.html
- http://raja-mataniari.blogspot.com/2012/07/sejarah-labura.html
- http://www.royalark.net/Indonesia/asahan.htm
Labuhanbatu Profile - Kabupaten Labuhan Batu
Labuhanbatu Dance - Zapin Labuhanbatu
Labuhanbatu Song - Endeng endeng
Labuhanbatu Song - Ahoi
Batak Pesisir Bilah Song - Lajang Karam
No comments:
Post a Comment