THE REJECTION OF 'BATAK' LABEL
FROM SOME BATAK ETHNICS
FROM SOME BATAK ETHNICS
Untuk diketahui mulai dari dulu hingga kini hanya Puak Toba dan 1 Puak Non Toba yang dengan sukarela menyatakan sebagai bagian dari Orang Batak. Mereka mengakui dasar kesamaan sejarah sub etnis mereka dengan Batak Toba terlepas dari perbedaan agama dan perbedaan dialek bahasa, yaitu Puak Angkola. Selain Batak Angkola ini hampir tidak ada satupun Puak Batak Non Toba lain yang dengan sukarela menyatakan diri sebagai bagian dari Suku Batak. Itu sudah menjadi rahasia umum dan sering dipublikasikan oleh mereka dalam berbagai media.
Suku-suku Rumpun Batak |
Pandangan mereka semua seolah sepakat bahwa
pengklasifikasian mereka sebagai Orang Batak adalah Pernyataan Sepihak dari
Batak Toba yang sudah terlebih dahulu dipopulerkan oleh para Missionaris Jerman
dan sebelumnya juga oleh Penjajah Belanda, sehingga sukar untuk diubah dan
diluruskan kembali oleh mereka.
1. Mandailing
Mandailing tidak pernah menerima pendapat dan
pengklasifikasian mereka sebagai orang Batak. Pendapat mereka perlu
dipertimbangkan secara arif. Bukankah sekarang jaman modern dan ilmiah jadi
boleh-boleh saja orang berbeda pendapat asal di dukung fakta. Kalau kita mau
agak sedikit kritis, sebenarnya juga ada bangsa lain di sekitar nenek moyang
kita sejak dahulu kala. Misalnya bangsa yang beragama Budha / Hindu yg meninggalkan
bekas peradabannya berupa candi-candi di sekitar wilayah Padang Lawas dan juga
beberapa di wilayah Madina. Sampai saat ini masih tidak jelas siapa mereka.
Belum ada penelitian khusus yang menyatakan bahwa nenek moyang orang Batak
adalah penganut Budha atau Hindu. Yang jelas saat ini penduduk daerah tersebut
sudah menjadi pengusung Budaya Batak sepenuhnya dari Puak Mandailing di Madina,
di Padang Lawas, & enclave Batak Rao di Prov. Sumatera Barat. Mungkin
mereka sudah terabsorbsi sepenuhnya menjadi orang Batak dalam masa panjang
kemudian. Faktanya sekarang di daerah itu umumnya menggunakan bahasa Batak
dialek Mandailing-Natal-Padang Lawas. Berlatar sejarah yang tak terungkap
itulah makanya saudara kita Orang Mandailing selalu menolak dikategorikan
sebagai orang Batak.
Berbeda dengan Puak Angkola yg tetap menyatakan diri
sebagai orang Batak, Puak Mandailing dari dahulu sepertinya anti dgn kata
Batak dan menolak pendapat kesatuan asal usul dari Si Raja Batak. Kesamaan
beberapa marga dan kemiripan bahasa tidak mengubah pandangan mereka akan
pendapat kesatuan asal sebagai sesama orang Batak. Pendapat mereka harus kita
hargai.
2. Karo
Penentangan terhadap pengklasifikasian sebagai Suku Batak
juga dilakukan secara gigih oleh orang Karo sejak dahulu kala. Dalam sejarahnya
orang Karo juga tidak pernah sudi dikategorikan sebagai Puak Batak. Bahkan para
tokoh dan pakar asal Karo mengatakan bahwa kata Batak tidak ada dalam kamus
mereka. Itu adalah sebuah nama khusus untuk orang dari Toba (& juga Angkola).
Mereka dengan penuh percaya diri didukung data historis yang juga sebetulnya
minim keakuratannya, mengatakan tidak pernah bersatu dalam sejarah dengan Toba.
Menurut mereka sejarah Kerajaan dan penyebaran penduduk Karo juga hampir tidak
menemukan pertautan dengan Sejarah Batak Mereka mengatakan bahwa marga, bahasa,
budaya, dan sejarah masa lalu Karo sangat jauh berbeda dengan orang Batak (Toba
dan Angkola). Memang diakui Marga, Bahasa dan Adat Karo hampir tidak ada
kemiripan sama sekali dengan Toba-Angkola.
Ahli Anthroplogy Belanda yg pernah meneliti berbagai suku
bangsa di Indonesia pun mengakui dan meyatakan bahwa kekerabatan Karo lebih
dekat dengan tetangga mereka di sebelah Utara yaitu Suku Gayo, Suku Kluet, dan
Suku Alas. Hubungan itu ditinjau dari segi bahasa, budaya, & adat istiadat
asli (di luar agama yg dianut kemudian) ketiga suku ini. Juga mereka lebih
dekat dengan orang Melayu di pesisir Timur Sumatera di sekitar Medan, Langkat,
Deli Serdang dan Bedagai atas dasar sejarah perantauan warga Karo jahe yang
masih bisa ditelusuri catatan sejarahnya. Perbedaan dalam bentuk Marga juga
terlihat banyak nama merga (marga) Karo yang mencirikan sansakerta atau Hindu
kuno seperti Brahmana, Cholia, Suka, dsb. Diperkirakan mereka mungkin berasal
dari orang2 Hindu asal Jawa Majapahit atau mungkin imigran dari tanah Hindustan
yang banyak bermukim di sana berabad yang lalu. Sejarah Kerajaan mereka yang
banyak bercampur pendudukan dari Majapahit, Gayo, Alas, dan Melayu menjadikan
banyak kisah sejarah yang bisa dijadikan acuan resmi. Perlu pula kearifan untuk menerima pendapat mereka karena
memang sangat sedikit bukti sejarah tertulis yang bisa dijadikan alasan untuk
pembenaran cerita kita dibanding data sejarah panjang mereka.
3. Simalungun
Orang Simalungun juga umumnya sangat tidak menerima
cerita Si Raja Batak dan kesatuan asal dengan masyarakat Toba. Yang lebih
mengagetkan adalah pernyataan mereka bahwa kesamaan marga tidaklah menjadi
dasar cerita mereka berasal dari Toba. Bahkan mereka mengatakan bahwa mereka
berasal dari Pesisir Timur Sumatera tempat nenek moyang mereka pertama mendarat
dari negeri seberang. Justru mereka mengatakan bahwa mungkin saja beberapa
marga Toba yang sama, adalah berasal dari Simalungun yang merantau ke
Pedalaman. Walaupun bahasa mereka agak berbeda dalam hal dialek dan kosa kata,
tapi masih bisa dimengerti oleh orang Toba.
Sukar untuk meyakinkan mereka akan cerita Si Raja Batak,
karena mereka punya cerita sendiri tentang Sejarah Kerajaan-kerajaan Simalungun
yg waktunya lebih tua dari sekedar tahun 1200 M. Banyak ditemukan fakta sejarah
kerajaan2 Hindu kuno di daerah Simalungun yang didirikan oleh penguasa dari
Sriwijaya, dari Jawa, dan juga asing lainnya. Disamping itu factor sejarah
migrasi orang Toba yang banyak memasuki dan menguasai tanah ulayat Simalungun
pada masa Penjajahan Belanda di akhir abad 19-awal abad 20 menjadikan sentiment
sejarah Orang Simalungun kepada Batak Toba. Perasaan Anti Batak ini terus
terbawa secara turun temurun. Perlu kearifan kita untuk menerima pendapat mereka karena
mereka memiliki data sejarah tertulis kerajaan yang jauh lebih akurat dari
sekedar cerita kita.
4. Pakpak
Sebagian besar orang Pakpak saat ini juga mulai ‘melek’
dengan ikut-ikutan menentang cerita tersebut. Mereka juga menolak dikatakan
bersuku Batak. Kosa kata Bahasa Pakpak agak mirip dengan Karo dan cukup banyak
kata yang bisa saling dimengerti oleh mereka. Sangat berbeda jauh dengan
Toba-Angkola-Mandailing. Secara general, budaya dan kosa kata Pakpak justru
lebih lebih banyak persamaannya dengan Singkil, karena mereka memang dahulunya
satu bagian sebelum dipisahkan oleh Belanda. Mereka menyatakan bahwa
kebersatuan mereka dalam perjuangan Sisingamangaraja dulu karena mereka
mendukung perjuangannya, jauh melebihi kesetiaan orang Batak Toba yang mayoritas
mengkhianatinya.
Lebih dari itu mereka mengatakan bahwa wilayah mereka
sebetulnya hanyalah wilayah jajahan orang Batak Toba di bawah kekuasaan dari
Dinasti Sisingamangaraja. Itu dikatakan mereka karena secara etnis, marga,
kultur dan adat mereka sangat jauh berbeda dari Orang Batak. Para tokoh Pakpak
menyatakan bahwa mereka tidak memiliki hubungan darah dan sejarah dengan orang
Batak selain penjajahan dan migrasi orang Toba yang dominant atas tanah ulayat
mereka sehingga semakin menghancurkan budaya asli Pakpak. Pendapat mereka tentu saja kita hormati sebagai bagian
dari kebebasan berpendapat.
5. Karo Melayu Pesisir Timur
Yang lebih ekstrim adalah pendapat orang-orang Melayu
Pesisir Timur di daerah Medan, Deli, Serdang, Bedagai, dan Langkat. Sejarah
keturunan mereka banyak menyatakan bahwa mayoritas mereka adalah dari keturunan
Karo jahe (Karo bawah) yang merantau ke pantai Timur Sumatera Utara dan
membuang marganya. Dengan antengnya mereka mengatakan bahwa mereka adalah
keturunan Melayu. Sungguh sesuatu yang tanpa dasar sama sekali. Mereka bukan
orang Melayu seperti di Pantai Timur Riau yang jelas memiliki kekerabatan darah
dengan orang Semenanjung Malaya. Wilayah Langkat, Medan, Deli Serdang, Serdang
Bedagai ini pernah ditaklukkan oleh Kerajaan Siak di Riau yang berbudaya
Melayu, Kerajaan dari Tanah Semenanjung, dan juga oleh Kerajaan2 dari Aceh.
6. Singkil
Pendapat senada juga dikatakan oleh orang Singkil
(wilayah mereka dimasukkan Belanda ke Aceh). Mereka memiliki bahasa dan budaya
relative mirip dengan dgn Puak Pakpak. Mereka umumnya menolak dikatakan sebagai
Orang Batak, walaupun banyak yang masih bermarga dan menggunakan bahasa yang
relative mirip dengan Pakpak. Kendati begitu mereka lebih tidak sudi dikatakan
sebagai orang Aceh karena tidak ada sama sekali persamaan secara mendasar
dengan mereka, kecuali sama-sama beragama Islam. Tapi akhir-akhir ini mereka
sudah mulai banyak yang mengakui sebagai orang Batak atas dasar kepemilikan
marga walaupun tidak ditunjang data tarombo. Ini cukup menggembirakan, walaupun
mungkin orang Batak banyak yang belum tahu bahwa sebetulnya orang Singkil
termasuk kategori Batak. Sebagai catatan orang Singkil dan Pakpak banyak
membantu Sisingamangaraja XII dalam pertempuran dengan Belanda hingga di
penghujung akhir perjuangan beliau.
7. Gayo, Kluet, dan Alas
Wilayah Gayo dan Alas serta Kluet sejak awal telah
dimasukkan Belanda ke dalam wilayah Aceh. Secara budaya dan bahasa sebetulnya
malah lebih banyak berdekatan dengan Puak Karo. Sebagian masih menggunakan
marga yang berbentuk mirip atau varian bunyi dan bentuk dari marga Karo dan
Pakpak. Akan tetapi tidak begitu lazim lagi saat ini digunakan di belakang
namanya. Oleh Prof. Van Vollenhoven mereka diklasifikasikan sebagai Rumpun
Budaya Nasional tersendiri yang sejajar dengan Budaya Batak, Minang, Nias,
Melayu, Jawa, Sunda, Bali, dll. Rumpun ini dikenal dengan nama Bangsa Gayo Alas
Karo. Sama seperti serumpun mereka Karo yang kerap tidak sudi dikatakan sebagai
orang Batak, mereka juga tidak sepaham benar dengan konsep Suku Batak. Akan
tetapi anehnya tidak pula berkenan dianggap sebagai orang Aceh yang sangat jauh
perbedaan adapt, bahasa daerah, dan budaya mereka. Bahkan mereka sekarang
tengah berjuang secara konstitusional mendirikan 2 buah Provinsi tersendiri
sendiri untuk masing-masing suku Gayo dan Suku Alas ini lepas dari Prov.
Nanggroe Aceh.
8. Rao
Yang agak aneh adalah orang Batak Rao (wilayah mereka
sejak awal telah dimasukkan Belanda ke dalam Keresidenan Sumatera Barat), saat
ini umumnya mereka tidak merasa sebagai orang Batak, melainkan orang
Minangkabau. Kendati demikian banyak dari mereka yang masih menggunakan
marga-marga yang umum di daerah Mandailing. Uniknya ada yang mengaku bersuku
asli Minang dengan nama suku (marga) : Mandailiang (aksen Minang untuk
pengucapan kata Mandailing) yang sejajar dengan marga (suku) asli Minang
seperti Sikumbang, Chaniago, Koto, Piliang, Jambak, Bodi, Pitopang, dsb. Tentu
saja kita boleh menduga bahwa asal kata Mandailiang itu berakar sama dengan
kata Mandailing yang berada di daerah Madina. Akan tetapi telah berubah menjadi
aksen Minangkabau dalam perjalanan panjang sejarah daerah ini.
9. Pasir Rokan
Hal senada juga terjadi pada orang Batak Pasir Rokan
(wilayah mereka dulu dimasukkan Belanda ke dalam Keresidenan Riau dan terus
berlangsung hingga saat ini). Saat ini mereka merasa 100% sebagai orang Melayu
dan hampir tidak ada lagi menggunakan marga Batak melainkan marga lokal turunan
setempat yang sebetulnya masih bisa dicari pertaliannya dengan di Tanah Batak.
Salah satu tokoh mereka yang terkenal dahulu adalah Tuanku Tambusei (Harahap)
dari daerah Pangarayan.
10. Dalé
Dibalik penolakan beberapa puak Batak di atas, ada
perkembangan yang spektakuler berupa dukungan bagi sejarah Batak ini. Dukungan
justru banyak ditemui oleh orang Melayu Labuhan Batu, Kisaran, Tanjung Balai,
Asahan, dan Batubara. Sekarang mereka sudah mulai menemukan kebanggaan
identitas sebagai Keturunan Batak (umumnya berasal moyang dari Toba, dan
sebagian Simalungun). Nenek moyang mereka dulu merantau ke wilayah Pesisir
Timur Sumatera Utara bagian Selatan dan membuang marganya agar dapat diterima sebagai
warga di sana. Seluruh raja-raja mereka adalah murni berasal dari orang Batak
Toba dan mereka mengakuinya. Sejarah Belanda pun mencatat dengan akurat.
Sekarang mereka umumnya sudah banyak kembali menggunakan marga (umumnya marga Toba) dengan penuh kebanggaan kendati tidak lagi memiliki tarombo dan tidak mengetahui alur pasti sejarah keluarganya di masa lalu. Kepada mereka inilah seharusnya diberikan pengetahuan akan Tarombo untuk dapat menyambung kembali persaudaraan yang sempat terputus selama beberapa generasi dari kerabat lama mereka di Tanah Batak Toba.
11. Nias
Sejak awal Belanda dan ahli anthropologi telah
mengesampingkan Suku Nias sebagai bagian dari Suku Batak. Pendapat ini sangat
rasional dan didukung fakta yang tak terbantahkan. Hampir tidak ditemukan sama
sekali persamaan etnis, budaya, bahasa daerah, adat istiadat. Juga tidak
ditemukannya bukti catatan sejarah antara Suku-suku Batak dengan Suku Nias.
Suku Nias kekerabatannya sesungguhnya lebih dekat dengan Suku Mentawai (masuk
Prov. Sumatera Barat) dan Suku Enggano (masuk. Prov. Bengkulu) yang
keseluruhannya tersebar di Kepulauan yang tersebar di sepanjang Pesisir Barat
Pulau Sumatera di Samudera Hindia.
Kesimpulan
Kesimpulan
Kita hanya memberikan pendapat kepada mereka tentang adanya kisah Si Raja Batak sebagai asal muasal orang Batak. Bilamana mereka tidak meyakini dan tidak bersedia menerimanya itu semua adalah hak mereka. Kita pun sukar untuk membuktikan kepada mereka karena cerita itu juga banyak berbau mitos dan tidak didukung data sejarah yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Bukti adanya kesamaan marga ternyata juga tidak bisa
membuat mereka yakin dengan cerita tersebut. Seharusnya bisa menjadi pemikiran
bersama bagaimana beberapa marga yang sama ditemukan di beberapa daerah tapi
menggunakan bahasa dan budaya yang berbeda. Beberapa Marga ambiguous tersebut
misalnya Siregar, Lubis, Hasibuan, Panggabean, Hutagalung, Sitorus, Marpaung,
Pane, Gurning, Harahap, Purba, Sinaga, Saragi(h), (Da)Manik, Sinambela, Sagala,
Sitompul, Pohan, Sinuraya, Tinambunan, dsb. Perlu data sejarah yang lebih
banyak, lebih akurat periode waktunya dan lebih otentik lagi sumbernya.
Sumber:
http://www.facebook.com/topic.php?uid=87860003317&topic=9588
Bersama Kami Agen Tembak Ikan Online Terbesar & Terpercaya!
ReplyDeleteDapatkan Bonus Cashback 5% - 10% / Bonus New Member 10%
Hanya Minimal Deposit IDR 50.000,- Menangkan Jackpot Jutaan Rupiah..
Yuk Gabung Bersama Bolavita Di Website www. bolavita .site
Untuk Info, Bisa Hubungi Customer Service Kami ( SIAP MELAYANI 24 JAM ) :
BBM: BOLAVITA
WeChat: BOLAVITA
WA: +628122222995
Line : cs_bolavita