Tapanuli Province -
History
Sesungguhnya, gagasan
pemekaran Provinsi Sumut telah diajukan oleh anggota DPRD Sumut, ANP
Situmorang, hampir 52 tahun lalu sekitar 1957. Ia mengusulkan Sumut dibagi
tiga: satu provinsi untuk Tapanuli Selatan, Labuhan Batu, dan Asahan, dengan
ibukota Labuhan Batu; satu provinsi untuk Nias, Tapanuli Utara, dan Simalungun,
dengan ibukota Sibolga atau Pematang Siantar; dan satu provinsi untuk Deli
Serdang, Karo, Langkat dan Medan, dengan ibu kota Medan.
Setelah sempat
dihentikan semasa Gubernur Tengku Rizal Nurdin (2005), cita-cita pendirian
Provinsi Tapanuli kembali dicetuskan oleh tokoh-tokoh dari sepuluh kabupaten di
wilayah eks Karesidenan Tapanuli pada 2006, yang didukung sebagian tokoh
nasional asal Tapanuli di Jakarta, baik tokoh politik maupun pengusaha. Sepuluh
kabupaten/kota itu di antaranya Kabupaten Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara,
Humbang Hasundutan, Toba Samosir, Samosir, Nias, Nias Selatan, Dairi, Pakpak
Barat dan Kota Sibolga.
Panitia Pembentukan
Protap kemudian disetujui dalam Kongres Masyarakat Tapanuli, 6 April 2002
silam, di Kota Tarutung. Selain dukungan menguat, sambutannya pun amat meriah.
Sedikitnya hadir 40 ribu masyarakat yang berduyun-duyun datang dari 10 daerah
kabupaten/kota yang direncanakan bergabung.
Dalam Laporan Tugas
Tim Peneliti Kelayakan Pembentukan Provinsi Tapanuli, Oktober 2005 menyebutkan,
munculnya keinginan pembentukan Provinsi Tapanuli didasarkan oleh beberapa hal
yakni latar belakang sejarah bahwa wilayah Tapanuli yang merupakan eks Keresidenan
Tapanuli yang pernah dibentuk Belanda.
Adanya keinginan
percepatan pembangunan di wilayah Tapanuli dan Pantai Barat Sumatera Utara.
Keinginan untuk mengelola daerah sendiri agar pemerintahan provinsi dipimpin
oleh putra Tapanuli sendiri. Serta kemudahan birokrasi pemerintahan di wilayah
Tapanuli.
Pembentukan Protap
ini juga bertujuan untuk mendekatkan pelayanan publik kepada masyarakat.
Masyarakat di pantai barat Sumatera Utara sangat jauh dari pelayanan publik
yang terpusat di Medan, ibu kota Sumut. Orang sakit yang ingin mendapatkan
pelayanan yang lebih baik, harus naik kendaraan sekitar 10 jam perjalanan baru
sampai ke Medan. Akibatnya nyawa tidak bisa tertolong sebelum tiba di rumah
sakit kota. Di samping itu, Protap juga bertujuan untuk memeratakan hasil
pembangunan, akibat masih banyaknya daerah terpencil di pantai barat, atau di
perbatasan dengan Aceh yang jauh tertinggal pembangunannya dibanding dengan
daerah yang dekat kota.
Dengan alasan-alasan
inilah, ketika timbul gagasan untuk pembentukan Protap, hampir semua pihak
mendukung. Bahkan Gubernur Sumatera Utara Syamsul Arifin berani menandatangani
persetujuan pemekaran Provinsi Tapanuli. “Dari 25 syarat yang diminta, sejumlah
23 syarat sudah dipenuhi. Jadi saya tandatangani,” kata Syamsul kepada wartawan
seusai pertemuan tertutup dengan tim pencari fakta Komisi III Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) untuk kasus pemekaran Protap, (23/2) di Jakarta. Cuma tinggal satu
yang mengganjal, tanda tangan dari Ketua DPRD Sumut Abdul Aziz Angkat yang tak
kunjung keluar. Itulah sebabnya, ribuan massa pendukung pembentukan Protap
mengamuk karena tidak sabar lagi nasibnya digantung-gantung terus.
Di sisi lain, dalam
perjalanannya, rencana pembentukan Protap ini menemui banyak kerikil besar.
Pasalnya, warisan Belanda yang telah membuat wilayah Tapanuli dibagi dalam dua
keresidenan yang dibentuk pada tahun 1915 tersebut, telah membuat karakter di dua
wilayah keresidenan Tapanuli terpecah yaitu eks keresidenan Sumatra Timur dan
Tapanuli.
Sehingga eks kedua
keresidenan itu sulit untuk sepaham akan wacana pembentukan Protap. Kedua eks
keresidenan Belanda tersebut lebih cenderung untuk memilih berdiri sendiri.
Apalagi masyarakat Mandailing sudah mengusulkan pembentukan Provinsi Sumatera
Tenggara yang mencakup wilayah dari pemekaran Tapanuli Selatan yakni Kabupaten
Mandailing Natal (Madina), Tapanuli Selatan (Tapsel), Padang Sidempuan, Padang
Lawas Utara (Paluta), dan Padang Lawas (Palas), yang telah sampai ke meja DPRD
Sumut pada tanggal 20 Januari 2009. Dan oleh DPRD setempat telah membentuk
panitia khusus untuk menanggapi aspirasi masyarakat Tapsel untuk pembentukan
Provinsi Sumatra Tenggara (Prosumteng).
Sementara Kota
Sibolga sebelumnya sudah menarik dukungannya untuk Protap yaitu sesuai dengan
Keputusan DPRD Sibolga No 15/2006 tentang pencabutan dukungan DPRD Kota Sibolga
untuk bergabung dengan Provinsi Tapanuli. Dengan alasan, Tim Pemrakarsa
Provinsi Tapanuli telah melecehkan pemerintah dan masyarakat Kabupaten Tapanuli
Selatan, Mandailing Natal, Tapanuli Tengah, Kota Sibolga, dan Kota Padang
Sidempuan. Sehingga masyarakat dan pemerintah, serta DPRD setempat menolak
untuk bergabung.
Menurut Guru besar Antropologi
Universitas Negeri Medan dan juga pengajar di Universitas Sumatera Utara (USU)
Usman Pelly, pembentukan protap akan sulit dilakukan akibat dua kelompok besar
masyarakat di daerah itu, telah berpisah budaya dan agama berabad-abad lalu
sejak zaman kolonial Belanda. Pada awal abad 19, penjajah Belanda menjadikan
wilayah Tapanuli sebagai benteng penolak pengaruh Islam di bumi Sumatera.
Namun, upaya yang dilakukan Belanda itu tidak berhasil, karena upaya Islamisasi
Pulau Sumatera juga gencar dilakukan masyarakat. Hal ini berujung pada
terbelahnya struktur kependudukan masyarakat Tapanuli. Sebagian besar
masyarakat di Tapanuli Utara memeluk agama Kristen. Sebaliknya, di Tapanuli
Selatan sebagian besar penduduknya adalah Muslim.
Di antara mereka yang
kontra terhadap Protap beranggapan, sebaiknya pemekaran tidak dilakukan. Mereka
melihat pada daerah-daerah yang sudah dimekarkan tidak membawa perubahan yang
signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan, namun malah timbul polemik lain
yang dianggap menjadi beban masyarakat. Namun, di satu pihak lagi mengatakan
pemekaran ini, hanya akan menimbulkan masalah baru. Yakni timbulnya persaingan
antar suku. Dimana dalam perkembangannya, wilayah kabupaten/kota yang telah
dimekarkan cenderung bernunsa kesukuan.
Rizal Nurdin (alm)
semasa menjabat sebagai gubernur Sumut memandang wacana yang dikembangkan dalam
ide pemekaran itu sangat identik dengan nama etnik di Sumut. Keadaan ini secara
psikokultural bisa menjadikan wilayah tertutup bagi etnik lain di wilayah
Tapanuli. Apalagi dari sisi agama, wilayah kabupaten dan kota dalam rencana
Provinsi Tapanuli didominasi agama tertentu. Hal ini dikhawatirkan akan
menimbulkan resiprokal, saling membalas, kepada daerah-daerah lain di luar
wilayah rencana Provinsi Tapanuli. Makanya ada penolakan bergabung dari
Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Mandailing Natal dan Kota Padang
Sidempuan.
Dalam pandangan
Rizal, pembagian wilayah seperti itu akan berimplikasi pada tiga hal, yakni
kecenderungan menguatnya aspirasi politik untuk membentuk kabupaten baru
berdasarkan sentimen kesukubangsaan. Hal mana misalnya terjadi pada pembentukan
Kabupaten Toba (sub-etnis Toba), Kabupaten Humbang-Hasundutan (sub-etnis
Humbang), dan Kabupaten Samosir (sub-etnis Samosir) yang merupakan pemekaran
dari Kabupaten Tapanuli Utara (sub-etnis Silindung), Kabupaten Pakpak Bharat
(sub-etnis Pakpak), pemekaran dari Kabupaten Dairi (didominasi Toba dan Karo),
Kab. Mandailing-Natal (sub-etnis Mandailing), pemekaran dari Kabupaten Tapanuli
Selatan (sub-etnis Sipirok-Angkola), dan seterusnya. Dengan anggapan ini, ada
upaya untuk mengerdilkan atau dikerdilkannya kelompok tertentu.
Pendapat dari
kalangan yang kontra terhadap pembentukan Protap ini tidak bisa sepenuhnya
diterima kalau melihat dalam kenyataannya, suku-suku Batak yang ada di Sumatra
Utara termasuk suku yang paling terbuka akan masuknya suku-suku lain. Dimana
tidak pernah timbul kericuhan yang mengarah pada konflik SARA. Provinsi yang
terdiri dari berbagai etnis di luar etnis batak seperti Melayu, Jawa, Tionghoa,
India dapat hidup berdampingan dengan rukun dan damai.
Etnis Tionghoa yang
pada jaman Orde Baru mendapat pengawasan dari pemerintah, terutama dalam
berbahasa China, di Sumut mereka tetap bebas melakukannya. Dari segi budaya
batak, isu SARA itu bisa ditangkal dengan adat yang masih kental di daerah ini.
Budaya Batak yang kuat dengan falsafah hidup “Dalihan Natolu” yang pada
hakekatnya inti dari falsafah ini adalah saling menghormati satu sama lain.
Tidak melekatnya sistem kemasyarakatan, seperti adanya golongan ataupun
tingkatan-tingkatan seperti di India dengan kasta, atau seperti pada masa-masa
kerajaan Jawa dengan golongan darah biru dan sebagainya. Falsafah hidup orang
batak, meletakkan suatu dasar yang kuat bagi semua pihak, bahwa semua sama
dengan tetap berpegang sesuai dengan fungsinya dalam falsafah yang dianut
tersebut.
Dua tokoh asal
Sumatera Utara (Sumut), TB Silalahi, anggota Dewan Pertimbangan Presiden
(Watimpres) dan Letjen (Pur) Luhut Panjaitan, mantan Menperindag menolak adanya
isu SARA di balik pembentukan Protap. TB Silalahi sangat menyesalkan munculnya
isu-isu yang tidak proporsional, yang mengatakan seolah-olah pembentukan
Propinsi Tapanuli diisukan sebagai Provinsi Kristen. Karena sejak
bertahun-bertahun di kawasan Tapanuli itu hubungan antara umat beragama pun
berlangsung dengan sangat baik dan sangat kondusif, tegasnya.
Sedangkan Luhut
Panjaitan mengaku mendapat informasi bahwa penolakan Protap dikaitkan dengan
isu SARA. Alasan itu dia nilai mengada-ngada karena orang Batak merupakan etnis
yang paling demokratis. Dia mencontohkan dengan tidak pernah adanya dalam
sejarah, masjid dibakar di Tapanuli.
Hal senada juga
diungkapkan anggota DPR Panda Nababan yang membantah, pembentukan Protap ini
karena ada sentimen etnis atau agama. Dia juga menolak anggapan karena selama
ini kurang diberi peran di Sumut. “ Buktinya, selama ini kan banyak dari Batak
Toba. Ada Gubernur yang Kristen juga seperti Tambunan. Ini adalah masalah
kesejahteraan. Tapanuli adalah satu-satunya keresidenan di Sumatera yang belum
menjadi provinsi,” kata Panda. BS
Bersama Kami Agen Tembak Ikan Online Terbesar & Terpercaya!
ReplyDeleteDapatkan Bonus Cashback 5% - 10% / Bonus New Member 10%
Hanya Minimal Deposit IDR 50.000,- Menangkan Jackpot Jutaan Rupiah..
Yuk Gabung Bersama Bolavita Di Website www. bolavita .site
Untuk Info, Bisa Hubungi Customer Service Kami ( SIAP MELAYANI 24 JAM ) :
BBM: BOLAVITA
WeChat: BOLAVITA
WA: +628122222995
Line : cs_bolavita